2.4.11

its called Bandung

hai hai haii

Naon kabarepun..eaaa
haha, halo all, skrg aku lagi ada di Bandung loh,
plesir mencari suasana baru
ternyata sama aja, adeum euy

Perjalanan dimulai kemaren ari Jumat, berangkat dari Malang naik kereta jam 15.30
berangkat dari kantor ke stasiun dah ujan, huft~
Nyampe di stasiun Bandung pukul 9pagi lebih, haduh rasanya pantat panas banget, untung naek kereta, jadi bisa jalan2 keliling gerbong sambil ngisis di pintu, hehe


Nyampe Bandung langsung dijemput si mbah temen kaben yang emang domisili di Bandung, bis tunggu2an ma temen2 yang laen, akhirnya jam 11 pun baru meluncur ke rumah mbah..
Sampe langsung menuju kamar mandi, eh gak disangka gak dinyana ternyata aerna dingin euy, serasa di Malang aja, haha


13.00

Sitirahat dulu, bangun jam 15.55, cuci muka langsung meluncur naek motor keliling Bandung, nyasar2 kena oneway akhirnya mampir ke Dago, foto foto, trus ke FO yang tersebar disepanjang Dago.




18.00
Mampir masjid di daerah Cipaganti, beli siomay ganjel perut, trus mluncur ke Ciwalk..
Ketemuan ma Dimas temen kuliah di Malang yang skrg gi nerusin S2 di ITB, hangout bareng...
wow, ternyata ni tempat keren banget, berasa di Singapore, wkwk..
Semacam g-walk nya Surabaya..asyik dah buat nongkrong dan poto2 :D
Berharap Malang segera dibangung tempat hang-out serupa



21.00
Kelaperan melanda, dan ogah beli makan di sana, mahal2, haha
akhirnya mampir ke warung di belakang Ciwalk, mantabs!
Murah meriah dan lezat, menunya pun macam2, seputar masakan cina gitu, tadi pesen sayur 4musim, katanya sih gitu namanya :D



22.00
Cukup untuk malem ini, cuaca agak gerimis, its time to back home
Lanjut lagi besok vollyria dan persiapan cari oleh2 buat pulang...

update!!


MINGGU//03-04-11
06.00

Persiapan check out dan voliria
pas mandi tiba2 tersentak oleh penemuan sebuah fakta yang sungguh2 mengharukan.
Pantesan searian kemaren rasanya rambut gatal2 dan berasa tambah kriting padahal dah pake shampo,
Eh ternyata mandi kmrn aku shampoan pake bodywash ><, damn your design and packaging, sapa sih tuh yang disein sampek kemasan bodywash ma shampoo kok serupa..huaa


08.00
Setelah menemui kenyataan pahit bershampo ria dengan bodywash, kita pun brangkat ke lokasi voliria, padahal bayanganku waktu itu akan ekot liat voli *gak maen, di tempat yang wah, semacam gor gitu, eh ternyata lokasinya diatas pasar tak terawat gitu, spooky banget deh, mana lapangannya di lantai 5, mana bawa bawaan berat banget haha...
Ngos2an dech sampe atas...tapi ini pengalaman voli (terpaksa ekot maen buat genepin team) yang sangat mengesankan..hoho..thxs volimania



11.00
Cabut dari lokasi voli menuju Pasar Besar dan Kartika Sari buat cari oleh2, tapi ditengah jalan tiba2 pindah halauan, yang awalnya hanya ingin cari oleh2 trus langsung ke stasiun, eh malah keliling Bandung dulu trus nangkring di Lembang (semacam Batu kalo di Malang).
Disana semapt nyicip Ketan Bakar isi Oncom, haha, sekali lahap langsung kenyang...rasana kayak langsung ngeganjel gitu di perut, wkwk


Setelah dari Lembang, langsung menuju ke Pasar Baru, buat cari daster titipan mami, hehe..
Pasar Baru disini ternyata mirip pasar Besar kalo di Malang, tempat semua barang tersedia, dan harganya pun bisa digoyang, hehe
Setelah dari Pasar Baru langsung ke Kartika Sari, mencari Cheese Stick pesanan kanjeng mami Pindi..





14.45
Its time to back to habitat, menuju stasiun Bandung karena kereta berangkat jam 15.30
Persiapan cuci muka, sholat dan duduk tenang sambil update postingan ini..
haha, untung ni kereta ada colokan listrik, aman dan tentram..



Oke dech, thats its my journey to Bandung this time..
sampe jumpa di kota Tokyo berikutnya *aminnn :)

30.3.11

renungan istri

Dapet message dari grup jokamers,
semoga bisa menjadi pencerahan dan bahan renungan

based from true story..

Namaku Rina Amalina. Ini adalah kisah nyata di kehidupanku. Berat rasanya harus menanggung beban penyesalan dan kepedihan ini lalu menuangkannya kedalam sebuah tulisan. Namun aku berharap penyesalan ini tidak akan dirasakan oleh istri-istri lainnya yg membaca tulisan pendekku ini.

Seorang suami yg kucintai, yg begitu besar pengorbanannya sebagai seorang suami dan ayah bagi keluargaku, yg begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku, namun belum menerima perlakuan yang layak dariku, kini telah pergi untuk selamanya.

Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah, tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah. Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku, tak mengerti aku, dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.

Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ ibu capai? istirahat dulu saja”. Dengan kasar kukatakan, “ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus cucian, masak, nganter anak sekolah, belanja, ayah tahunya ya pulang datang bersih.titik.” dengan muka masam dan bersungut.

Sungguh, bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Tapi kini aku tahu. Semua ucapanku selama ini salah dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada. Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.

Dia berkata, “ setiap kali kami ajak dia makan siang, mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali, alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang, lalu bagaimana aku bisa makan siang.”

Saat itu aku tertegun, "aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga, tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”

Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat. Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan, dia tak pernah peduli pada anak kita.

Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi:

“ Perusahaan kecil CV. Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera.

Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa, kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran.

Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”

Membaca itu, benar2 baru kusadari betapa suamiku menyayangi putraku, betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya, tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami.

Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku.
“Pak kenapa cari klinik yang termurah? saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula”

Dan suamiku menjawab, “tak usahlah terlalu mahal. Aku hanya ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”

Ya Robb..Maafkan hamba-Mu ini Ya Allah, hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini.

Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada. Seandainya aku boleh kembali ke masa lalu, ingin rasanya kuperlakukan dia sebagaimana mestinya. Tapi kenyataan berbicara lain. Kini ini ia telah memejamkan matanya untuk selama lamanya. Hanyalah penyesalan dan kesedihan yang kini tersisa di dada.

aku menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang ku lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa.

Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.

Banggalah pada suamimu, karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.

Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana.

Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu. Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar, dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.

Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayangku.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku sangat bangga padamu, aku sayang padamu.


Istrimu,

Rina